10/305479/TK/37531
Indonesia
kah Negeri Di Antara Dua Lautan?
Sampai dekade lalu kelaparan dunia yang parah
umumnya terjadi di daerah kering seperti Afrika, tetapi kini kelaparan dunia
itu sudah memasuki Asia Tengah seperti Tajikistan dan bahkan juga Amerika Latin
seperti Peru. Akankah kelaparan parah dunia itu sampai negeri ini ? InsyaAllah
tidak. Bila kita bersikap dan bertindak benar, bahkan bisa jadi solusi pangan
dunia itu datang dari negeri ini.
Apa yang kita miliki kok bisa yakin bahwa pangan
dari negeri ini insyaAllah akan cukup dan bahkan bisa berlebih untuk negeri
lain ? jawabannya saya ambil dari diskusi saya dengan pakar kelautan Indonesia,
yang sudah belasan tahun bekerja di Jabatan Perdana Menteri Negara Brunei
Darussalam yaitu Bapak Agus S Djamil.
Dua pekan lalu saya
mendapatkan kehormatan dikunjungi beliau dan berkesempatan belajar langsung
dari ahlinya ini. Hasil diskusi tersebut saya share di situs
ini agar lebih banyak orang yang bisa melihat peluang besar itu.
Di Al-Qur’an Allah
menggambarkan ada suatu tempat yang disebut tempat bertemunya dua lautan. Dari
tempat inilah keluarnya lu’lu’u wal marjan (mutiara dan marjan) – QS 55 :
19 -22.
Tempat bertemunya
dua lautan itu memang sudah banyak kalangan mufassiriin yang
berusaha menafsirkannya, dan di antara mereka pun banyak yang merujuk tempat
yang berbeda.
Ibnu Katsir misalnya menafsirkan tempat tersebut
adalah di antara Laut Persia yang condong ke timur dan Laut Rum yang condong ke
barat. Menurut Jalaluddin as-Suyuthi tempat itu adanya di sekitar wilayah
Suriah dan Pelestina. Sayyid Quthb lain lagi pendapatnya, menurut beliau tempat
itu adalah Laut Murrah (pahit) dan Danau Timsah (buaya) atau tempat bertemu dua
Teluk Aqabah dan Terusan Suez di Laut Merah.
Mana yang
benar, wa
Allahu A’lam – hanya Allah Yang Maha Tahu. Karena Allah hanya
memberi tahu bahwa tempat itu adalah : “Dia membiarkan dua lautan mengalir yang keduanya kemudian bertemu,
antara keduanya ada batas yang tidak dilampaui oleh masing-masing.”
(QS 55:19-20)
Dengan menyebut bahwa di tempat tersebut dua laut
bertemu dan di antara keduanya ada batas yang tidak dilampaui masing-masing,
maka bisa jadi juga tempat tersebut adalah suatu tempat yang bisa kita lihat
dengan begitu jelas seperti pada gambar di paling atas yaitu Indonesia.
Tempat bertemunya
dua lautan tersebut yaitu Lautan Hindia dan Lautan Pacific, sungguh suatu
tempat yang sangat kaya raya. Kekayaan laut kita ini dijelaskan lebih detil di
ayat berikut : “Dan
Dia-lah, Allah yang menundukkan lautan (untukmu) agar kamu dapat memakan daripadanya daging yang segar (ikan), dan kamu
mengeluarkan dari lautan itu perhiasan yang kamu pakai; dan kamu melihat bahtera berlayar padanya, dan
supaya kamu mencari (keuntungan) dari karunia-Nya, dan supaya kamu bersyukur.”
(QS 16 :14)
Indonesia yang memiliki luas daratan 1.92 km2,
memiliki luas lautan 3.26 km2 atau 1.7 kali luas daratannya. Bila sesuai ayat
tersebut di atas bahwa laut adalah sumber pangan, perhiasan, energy,
konstruksi, perdagangan – maka sungguh masih sangat besar potensi yang belum
digarap itu.
Laut kita yang di
peta tersebut di atas diapit oleh dua lautan besar membuat laut kita sangat
kaya dengan biodiversity – ke aneka ragaman hayati. Yang
disebut lahm dalam
ayat tersebut umumnya diterjemahkan sebagai daging yang segar (ikan), namun
bisa juga berbagai hasil laut yang menjadi sumber pangan yang tiada batas.
Krisis pangan yang saya singgung di awal tulisan ini
antara lain disebabkan oleh orientasi sumber pangan utama penduduk bumi saat
ini baru pada sumber pangan dari daratan. Sedangkan luas permukaan bumi 75
%-nya lautan dan hanya sekitar 25 % daratan. Yang 25 % inipun disesaki dengan
penduduk bumi yang terus bertambah – lantas dari mana sumber pangan nantinya ?
ya dari laut-lah salah satu sumber itu.
Negeri ini yang hidup di antara dua lautan, dan kita
memiliki lautan yang sangat kaya yang luasnya 1.7 kali luas daratan kita – maka
sudah sepantasnya lah bila kita menjadi pelopor bagi bangsa-bangsa di dunia
dalam mengolah lautan itu.
Dengan niat untuk menjadikan bangsa ini bangsa yang
pandai mensyukuri nikmat seperti yang juga diarahkan dalam ayat tersebut di
atas, tamu yang saya perkenalkan dalam tulisan ini Bapak Agus S Djamil
insyaAllah akan membuat pesantren yang bisa jadi yang pertama adanya di dunia
yaitu Pesantren Kelautan. Semoga bisa segera terealisir.
Dengan negeri yang begitu kaya, negeri yang menjadi
tempat bertemuanya dua lautan – maka seharusnya kita berperan utama memberi
solusi pada masalah-masalah yang dihadapi dunia. Kita adalah bagian utama dari
solusi itu, bukan bagian dari masalahnya. InsyaAllah.
Refrensi:
(Islampos/GeraiDinar)
Subhanallah,
Lihatlah Pemisah Antara Air Tawar & Air Asin Di Lautan
PERNAHKAH Anda berenang di pinggir laut?
Sungguh indah, bukan? Tapi tahukah rahasia laut dan samudera? Cobalah baca dan
renungkan firman Allah berikut ini:
“Dan Dialah yang membiarkan dua laut yang mengalir
(berdampingan); yang ini tawar lagi segar dan yang lain asin lagi pahit; dan
Dia jadikan antara keduanya dinding dan batas yang menghalangi.” (QS Al-Furqan
: 53)
Kita sudah ketahui bersama bahwa segala sesuatu di
alam jagat raya ini memiliki keistimewaan dan ciri khas, bukan hanya terbatas
pada makhluk hidup seperti manusia, hewan, dan tumbuhan. Laut dan samudera luas
yang terhampar di depan mata kita juga memiliki ciri khas dan sifat yang
berbeda.
Para ahli kelautan mengatakan: sifat
lautan yang saling bertemu tetapi tidak bercampur satu sama lain
karena adanya gaya fisika yang dinamakan “tegangan permukaan”, yaitu
air dari laut-laut yang saling bersebelahan tidak menyatu. Akibat adanya
perbedaan masa jenis, tegangan permukaan itulah yang mencegah lautan bercampur
satu sama lain, seolah terdapat dinding tipis yang memisahkan mereka. (Davis,
Richard A., Jr. 1972, Principles of Oceanography,
Don Mills, Ontario, Addison-Wesley Publishing, s. 92-93.)
Para oceanographer telah
menemukan bahwa ada perbedaan tertentu antara sampel air yang diambil dari
berbagai lautan oleh ekspedisi ilmiah kelautan Inggris.
Dalam pelayaran Voyager tahun 1873
diketahui bahwa massa air laut ternyata berbeda dalam komposisinya. Perbedaan
itu terletak pada tingkat keasinan air laut, kepekatan, temperatur, dan jenis
organismenya. Data tersebut didapatkan dari 362 stasiun oceanography yang tersebar di seluruh dunia.
Laporan dari ekspedisi Voyager tersebut berisi 29.500 halaman, yang terbagi
dalam 50 jilid dan dikumpulkan selama 23 tahun. Ekspedisi ini merupakan salah
satu ekspedisi eksplorasi ilmiah terbesar yang pernah dilakukan manusia.
Ekspedisi ini juga menunjukkan betapa sedikitnya yang diketahui manusia
mengenai lautan.
Ilmu pengetahuan modern telah menemukan
bahwa di tempat di mana dua lautan bertemu, adadinding pemisah antar
dua air laut tersebut. Dinding pemisah itu membagi dua lautan sehingga masing
masing lautan tetap stabil dengan tingkat keasinan, suhu, dan kepekatannya
masing masing. Contohnya, laut Mediterania adalah lautan yang suhunya hangat,
asin, dan tingkat kepekatannya lebih rendah dibanding air dari samudera
Atlantik. Ketika air dari Laut Mediterania memasuki Samudera Atlantik melalui
Selat Gibraltar, air ini masuk hingga ratusan kilometer jauhnya pada kedalaman
sekitar 1000 M, namun tetap pada suhu, kepekatan, dan tingkat keasinannya
sendiri yang berbeda dari karakteristik yang dimiliki oleh air dari Samudera
Atlantik.
Sebuah studi lapangan juga pernah dilakukan di teluk
Oman dan di beberapa teluk di Arab. Dari sampel air laut tersebut
ditemukan adanya perbedaan yang mengindikasikan kebenaran temuan sebelumnya.
Oceanographer terkenal
dari Perancis, J.Costeau menyatakan:
“Kami mempelajari beberapa pernyataan
dari para oceanographer sebelumnya
mengenaipenghalang antara dua lautan, kami melakukan
penyelidikan pada Laut Mediterania. Kami menemukan bahwa lautan tersebut
memiliki tingkat keasinannya sendiri, dan tingkat kepekatan, serta flora dan
fauna yang berbeda dengan air dari lautan Atlantik. Kemudian, kami meneliti
Laut Atlantik dan menemukan bahwa lautan ini memiliki tingkat keasinan dan
kepekatan serta flora dan faunanya sendiri yang berbeda dari Laut Mediterania.
Dan kami kemudian meneliti titik pertemuan kedua lautan tersebut di Selat
Gibraltar, kami mengharapkan akan menemukan tingkat keasinan dan kepekatan yang
menyatu antara dua air lautan tersebut, tapi kami menemukan bahwa ternyata,
masing masing air lautan tersebut masih memiliki tingkat karakteristiknya
masing masing, seolah ada dinding yang membatasi mereka.
Hal ini mengejutkan kami, penghalang ini mencegah dua lautan bercampur. Hal
yang sama juga terjadi pada Teluk Bab El Mandab di Aden yang merupakan
pertemuan dengan Laut Merah.
Menurut kesimpulan kami, hasil
penelitian para oceanographer terdahulu
ternyata benar. Laut yang memilki karakteristik tertentu memiliki dinding pembatas (barrier) yang mencegah
bercampurnya air dari dari dua karakteristik yang berbeda tersebut.
Sisi menarik dari hal ini adalah bahwa pada masa
ketika manusia tidak memiliki pengetahuan apapun mengenai fisika, tegangan
permukaan, atau pun ilmu kelautan, hal ini telah dinyatakan dalam Al-Qur’an
sejak 14 abad yang lalu.
Subhanallah…
Refrensi :
1.
Al-Qur’anul Kariem.
2.
Ibrahim, I. A. (1997), A Brief Illustrated
Guide To Understanding Islam, 2nd Ed., Publisher: Darussalam, Texas-USA.
Subhanallah,.
BalasHapuspenafsiran yang detail...
wa Allahu A’lam
BalasHapusTerimakasih wahai saudaraku
BalasHapusTerimakasih wahai saudaraku
BalasHapusTerimakasih wahai saudaraku
BalasHapusSayangnya pemimpin negeri ini sdh terkena penyakit Al wahn,
BalasHapusKontol
BalasHapus