Oleh: Fresy Bastyan N. (10/301771/TK/37146)
Satu ayat lagi tentang penciptaan langit adalah sebagaimana berikut:
"Dan apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya. Dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka mengapakah mereka tiada juga beriman?"
(Al Qur'an, 21:30)
(Al Qur'an, 21:30)
Kata "ratq" yang di sini diterjemahkan sebagai "suatu yang padu" digunakan untuk merujuk pada dua zat berbeda yang membentuk suatu kesatuan. Ungkapan "Kami pisahkan antara keduanya" adalah terjemahan kata Arab "fataqa", dan bermakna bahwa sesuatu muncul menjadi ada melalui peristiwa pemisahan atau pemecahan struktur dari "ratq". Perkecambahan biji dan munculnya tunas dari dalam tanah adalah salah satu peristiwa yang diungkapkan dengan menggunakan kata ini.
Marilah kita kaji ayat ini kembali berdasarkan pengetahuan ini. Dalam ayat tersebut, langit dan bumi adalah subyek dari kata sifat "fatq". Keduanya lalu terpisah ("fataqa") satu sama lain. Menariknya, ketika mengingat kembali tahap-tahap awal peristiwa Big Bang, kita pahami bahwa satu titik tunggal berisi seluruh materi di alam semesta. Dengan kata lain, segala sesuatu, termasuk "langit dan bumi" yang saat itu belumlah diciptakan, juga terkandung dalam titik tunggal yang masih berada pada keadaan "ratq" ini. Titik tunggal ini meledak sangat dahsyat, sehingga menyebabkan materi-materi yang dikandungnya untuk "fataqa" (terpisah), dan dalam rangkaian peristiwa tersebut, bangunan dan tatanan keseluruhan alam semesta terbentuk.
Gambar ini menampakkan peristiwa Big Bang, yang sekali lagi mengungkapkan bahwa Allah telah menciptakan jagat raya dari ketiadaan. Big Bang adalah teori yang telah dibuktikan secara ilmiah. Meskipun sejumlah ilmuwan berusaha mengemukakan sejumlah teori tandingan guna menentangnya, namun bukti-bukti ilmiah malah menjadikan teori Big Bang diterima secara penuh oleh masyarakat ilmiah.
Ketika kita bandingkan penjelasan ayat tersebut dengan berbagai penemuan ilmiah, akan kita pahami bahwa keduanya benar-benar bersesuaian satu sama lain. Yang sungguh menarik lagi, penemuan-penemuan ini belumlah terjadi sebelum abad ke-20.
"Dia menciptakan langit dan bumi dengan (tujuan) yang benar; Dia menutupkan malam atas siang dan menutupkan siang atas malam..."
(Al Qur'an, 39:5)
(Al Qur'an, 39:5)
Dalam Al Qur'an, kata-kata yang digunakan untuk menjelaskan tentang alam semesta sungguh sangat penting. Kata Arab yang diterjemahkan sebagai "menutupkan" dalam ayat di atas adalah "takwir". Dalam kamus bahasa Arab, misalnya, kata ini digunakan untuk menggambarkan pekerjaan membungkus atau menutup sesuatu di atas yang lain secara melingkar, sebagaimana surban dipakaikan pada kepala.
Keterangan yang disebut dalam ayat tersebut tentang siang dan malam yang saling menutup satu sama lain berisi keterangan yang tepat mengenai bentuk bumi. Pernyataan ini hanya benar jika bumi berbentuk bulat. Ini berarti bahwa dalam Al Qur'an, yang telah diturunkan di abad ke-7, telah diisyaratkan tentang bentuk planet bumi yang bulat.
Namun perlu diingat bahwa ilmu astronomi kala itu memahami bumi secara berbeda. Di masa itu, bumi diyakini berbentuk bidang datar, dan semua perhitungan serta penjelasan ilmiah didasarkan pada keyakinan ini. Sebaliknya, ayat-ayat Al Qur'an berisi informasi yang hanya mampu kita pahami dalam satu abad terakhir. Oleh karena Al Qur'an adalah firman Allah, maka tidak mengherankan jika kata-kata yang tepat digunakan dalam ayat-ayatnya ketika menjelaskan jagat raya.
Al Qur’an sudah menerangkan kejadian tersebut, jauh sebelum scince modern mendapati fakta itu. Allah memang Sang Pencipta segala sesuatu. Maka janganlah merasa sombong karena kita memang benar-benar sangat kecil. Bayangkan saja, galaksi yang sejauh ini ditemukan berjumlah sekitar 100 milyar (jumlah bintangnya pasti tidak dapat terhitung). Analoginya, galaksi Bima Sakti memiliki sekitar 100 juta bintang. Kalau misalkan satu galaksi terdiri dari 100 juta bintang, ada berapa bintang dalam 100 milyar galaksi? Dan kita hanya hidup di suatu planet sangat kecil di pinggiran Bima Sakti. Matahari pun ternyata termasuk bintang yang benar-benar sangat kecil bila dibandingkan dengan bintang-bintang lain. Kita ini sangat kecil, karena Allah Maha Besar.
Sumber:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar