Oleh: Muhammad Aulia Adhyawan (11/318958/TK/38108)
Sekalipun di antara dua saudara kembar. Dalam dunia sains pernah dikemukakan, jika ada 5 juta orang di bumi, kemungkinan munculnya dua sidik jari manusia yang sama baru akan terjadi lagi 300 tahun kemudian.
Proses identifikasi manusia masih sulit dilakukan sebelum ditemukannya tanda pengenal pada sidik jari. Sejak itu, muncul ilmu Daktiloskopi, yang khusus mempelajari sidik jari. Namun, sejatinya, sejak lama Islam melalui al-Qur’an telah menjelaskan dan merumuskan teori tersebut (biometrik).
Dalam bahasa Inggris, sidik jari
disebut Finger Print, biasanya berbentuk garis-garis horizontal dan
vertikal atau gabungan keduanya dan juga ada bentuk lengkungan-lengkungannya.
Seluruh manusia di dunia diciptakan dengan sidik jari yang berbeda, satu sama
lainnya. Tak ada sidik jari yang identik di dunia ini,
Sekalipun di antara dua saudara kembar. Dalam dunia sains pernah dikemukakan, jika ada 5 juta orang di bumi, kemungkinan munculnya dua sidik jari manusia yang sama baru akan terjadi lagi 300 tahun kemudian.
Proses identifikasi manusia masih sulit dilakukan sebelum ditemukannya tanda pengenal pada sidik jari. Sejak itu, muncul ilmu Daktiloskopi, yang khusus mempelajari sidik jari. Namun, sejatinya, sejak lama Islam melalui al-Qur’an telah menjelaskan dan merumuskan teori tersebut (biometrik).
Pengakuan adanya keunikan sidik jari
mulai diperkenalkan oleh ahli anatomi Jerman bernama Johann Christoph
Andreas Mayer (1747-1801) pada tahun 1788. Menurutnya, setiap sidik jari
manusia itu memiliki keunikan sendiri-sendiri. Hal serupa juga dikemukakan oleh
Sir William James Herschel (1833-1918) pada tahun 1858. Namun, pada saat
itu, sidik jari belum dipakai sebagai teori ilmiah (saintis) untuk dijadikan
sebagai tanda pengenal seseorang.
Sidik jari mulai diteliti secara
ilmiah dan akhirnya dijadikan sebagai tanda pembeda identitas adalah ketika Sir
Francis Golt secara khusus melakukan riset tentang ini pada tahun 1880. Setelah
melakukan risetnya, dia mengatakan bahwa tidak ada dua orang manusia di dunia
ini yang memiliki bentuk sidik jari yang benar-benar sama.
Pada perkembangannya, muncullah
berbagai alat teknologi sidik jari dengan sistem analisa elektronik. Alat ini
pertama kali digunakan Federal Bureau Investigation (atau populer dengan
sebutan FBI) di Amerika Serikat sekitar akhir abad ke-19 atau tahun 60-an. FBI
menggunakannya untuk mengetahui jati diri korban atau bahkan tersangkanya lewat
jejak sidik jari yang biasanya tertinggal dalam tempat kejadian.
Setelah itu, sidik jari tidak saja
digunakan sebagai alat untuk mengungkap kriminalitas, tapi juga mulai memasuki
ranah yang lain, seperti untuk mesin absensi, teknologi akses kontrol pintu, finger
print data secure, aplikasi retail, sistem payment dan masih
banyak lagi.
Seiring dengan itu, muncullah
disiplin ilmu yang mempelajari sidik jari, yaitu Daktiloskopi. Yakni
ilmu yang mempelajari sidik jari untuk keperluan pengenalan kembali identitas
orang dengan cara mengamati garis yang terdapat pada guratan garis jari tangan
dan telapak kaki. Daktiloskopi berasal dari bahasa Yunani, yaitu dactylos
yang berarti jari jemari atau garis jari, dan scopein yang artinya
mengamati atau meneliti. Kemudian dari pengertian itu timbul istilah dalam
bahasa Inggris, dactyloscopy yang kita kenal menjadi ilmu sidik jari.
Pertanyaannya: mengapa sidik jari
memiliki peran yang demikian signifikan untuk “pembeda identitas”? Karena sidik jari memiliki beberapa sifat dan
karakteristik, antara lain :
1. Pertama, parennial
nature, yaitu adanya guratan-guratan pada sidik jari yang melekat
pada manusia yang bersifat seumur hidup. Karena itu, pola sidik jari relatif
mudah diklasifikasikan. Dalam sidik jari, ada pola-pola yang dapat
diklasifikasikan sehingga untuk berbagai keperluan, misalnya pengukuran, mudah
dilakukan.
2. Kedua, immutability,
yang berarti bahwa sidik jari seseorang tak akan pernah berubah. Sidik jari
bersifat permanen, tidak pernah berubah sepanjang hayat. Sejak lahir, dewasa,
hingga akhir hayat, pola sidik jari seseorang bersifat tetap kecuali sebuah
kondisi yaitu terjadi kecelakaan yang serius sehingga mengubah pola sidik jari
yang ada. Hal ini berbeda dengan anggota tubuh lain yang senantiasa
berubah, seperti bentuk wajah yang berubah seiring usia.
3. Ketiga, individuality,
yang berarti keunikan sidik jari merupakan originalitas pemiliknya yang tak
mungkin sama dengan siapapun di muka bumi ini sekali pun pada seorang yang
kembar identik. Dengan kata lain, sidik jari bersifat spesifik untuk setiap
orang. Kemungkinan pola sidik jari sama adalah 1:64.000.000.000, jadi tentunya
hampir mustahil ditemukan pola sidik jari sama antara dua orang. Pola sidik
jari di setiap tangan seseorang juga akan berbeda-beda. Pola sidik jari di ibu
jari akan berbeda dengan pola sidik jari di telunjuk, jari tengah, jari manis,
dan kelingking.
Dengan tiga sifat dan karakter di
atas, maka pantas jika sidik jari dijadikan sebagai alat pembeda identitas. Dan
selama ini, cara ini sangat ampuh dalam mengungkap berbagai kriminalitas di
berbagai belahan dunia dan berbagai kebutuhan lainnya.
Pada abad ke-7 M, Al-Quran telah menyebutkan bahwa cap jari menjadi
tanda pengenal manusia. Dalam Al-Quran disebutkan mudah bagi Allah untuk
menghidupkan manusia setelah kematiannya, pernyataan tentang cap jari
manusia secara khusus ditekankan dalam sebuah ayat.
Pernyataan tentang sidik jari manusia secara khusus ditekankan dalam Al-Qur'an (Q.S, Al-Qiyamah 75:3-4). Allah SWT berfirman,
3. Apakah manusia mengira, bahwa Kami tidak akan mengumpulkan (kembali) tulang belulangnya?
4. Bukan demikian, sebenarnya Kami Kuasa menyusun (kembali) jari jemarinya dengan sempurna.
أَيَحْسَبُ الإنْسَانُ أَلَّنْ نَجْمَعَ عِظَامَهُ ٣
بَلَى قَادِرِينَ عَلَى أَنْ نُسَوِّيَ بَنَانَهُ ٤
Artinya:3. Apakah manusia mengira, bahwa Kami tidak akan mengumpulkan (kembali) tulang belulangnya?
4. Bukan demikian, sebenarnya Kami Kuasa menyusun (kembali) jari jemarinya dengan sempurna.
Menurut Harun Yahya dalam Pesona
Al-Qur’an ketika menjelaskan ayat di atas menulis bahwa penekanan pada
sidik jari memiliki makna sangat khusus. Ini dikarenakan sidik jari setiap
orang adalah khas bagi dirinya sendiri. Setiap orang yang hidup atau pernah
hidup di dunia ini memiliki serangkaian sidik jari yang unik dan berbeda dari
orang lain. Itulah mengapa sidik jari dipakai sebagai kartu identitas yang
sangat penting bagi pemiliknya dan digunakan untuk tujuan ini di seluruh
penjuru dunia.
Harun Yahya melanjutkan, sistem
pengkodean lewat sidik jari ini dapat disamakan dengan sistem kode garis (barcode)
sebagaimana yang digunakan saat ini. Akan tetapi, ujarnya, yang penting adalah
bahwa keunikan sidik jari ini baru ditemukan di akhir abad ke-19. Sebelumnya,
orang menghargai sidik jari sebagai lengkungan-lengkungan biasa tanpa makna
khusus. Namun, dalam al-Qur'an, Allah merujuk kepada sidik jari, yang
sedikitpun tak menarik perhatian orang waktu itu, dan mengarahkan perhatian
kita pada arti penting sidik jari yang baru mampu dipahami di zaman sekarang.
Dan jauh hari sebelum Sir Francis
Golt mengemukakan secara ilmiah tentang sidik jari, dokter Persia yang bernama Rashid
al-Din Hamadani (1247-1318) sebenarnya pernah menulis dalam Tawarikh,
kalau pengalaman menunjukkan bahwa tidak ada dua individu yang memiliki jari
persis sama.
Namun, para penentang kebenaran
al-Qur’an selalu saja mencari celah. Dikatakan, bahwa konsep sidik jari
sebenarnya sudah diperkenalkan sejak dulu sebelum Islam lahir. Di China, pada
abad ketiga SM, sidik jari sudah dijadikan sebagai bukti otentikasi pinjaman.
Konon, pedagang Muslim Arab bernama Abu Zaid Hasan, saat berkunjung ke China
sebelum 851 CE, menyaksikan pedagang China menggunakan sidik jari untuk
otentikasi pinjaman. Pada 650 CE, sejarawan China yang bernama Kia Kung-Yen
mengatakan bahwa sidik jari dapat digunakan sebagai alat otentikasi.
Terlepas dari adanya data terakhir
ini, yang jelas, bagi kita sebagai umat Islam sangat bangga dengan adanya kitab
suci bernama al-Qur’an. Sejak 14 abad yang lalu, al-Qur’an selalu otentik
dipergunakan. Informasi-informasi ilmiah yang diberikannya selalu teruji sampai
kapanpun, yang saat itu belum disadari sama sekali oleh orang. Dengan kata
lain, al-Qur’an adalah bukti tertulis yang paling otentik yang bisa dijadikan
sebagai rujukan ilmiah dalam mengupas persoalan-persoalan teknologi zaman
sekarang. Sedangkan bukti-bukti lain terkadang aus terkikis zaman atau hilang
dan terbakar.
Subhanallah.
Sumber:
SUBHANAALLAH....
BalasHapusTRIMS
Subhanalloh....Maha Besar Alloh.....saYang.....
BalasHapus