Oleh: Afradon Aditya Setyawan (10/301482/TK/37011)
Keajaiban Al Quran dilihat dari sisi kandungannya telah banyak ditulis dan diketahui, tetapi keajaiban dilihat dari bagaimana Al Quran ditulis/disusun mungkin belum banyak yang mengetahui. Orang-orang non-muslim khususnya kaum orientalis barat sering menuduh bahwa Al Qur’an adalah buatan Muhammad. Padahal kalau kita baca Al Qur’an ada ayat yang menyatakan tantangan kepada orang-orang kafir khususnya untuk membuat buku/kitab seperti Al Quran dimana hal ini tidak mungkin akan dapat dilakukannya meskipun jin dan manusia bersatu padu membuatnya.
Keajaiban Al Quran dilihat dari sisi kandungannya telah banyak ditulis dan diketahui, tetapi keajaiban dilihat dari bagaimana Al Quran ditulis/disusun mungkin belum banyak yang mengetahui. Orang-orang non-muslim khususnya kaum orientalis barat sering menuduh bahwa Al Qur’an adalah buatan Muhammad. Padahal kalau kita baca Al Qur’an ada ayat yang menyatakan tantangan kepada orang-orang kafir khususnya untuk membuat buku/kitab seperti Al Quran dimana hal ini tidak mungkin akan dapat dilakukannya meskipun jin dan manusia bersatu padu membuatnya.
Tulisan singkat ini bertujuan untuk menyajikan beberapa keajaiban Al
Qur’an dilihat dari segi bagaimana Al Qur’an ditulis, dan sekaligus
secara tidak langsung juga untuk menyangkal tuduhan tersebut, dimana
Muhammad sebagai manusia biasa tidak mungkin dapat melakukan atau
menciptakan sebuah Al Qur’an.
Pandangan sains secara konvensional
menempatkan matematika sebagai suatu yang prinsipil dari sebuah cabang
pengetahuan dimana alasan dikedepankan, emosi tidak dilibatkan,
kepastian menjadi hal yang ingin diketahui, dan kebenaran hari ini
merupakan kebenaran untuk selamanya.
Dalam masalah agama, ilmuan memandang bahwa semua agama sama, karena
semua agama sama-sama tidak mampu memverifikasi atau menjustifikasi
kebenaran melalui pembuktian yang dapat diterima oleh logika. Jadi suatu
hal dikatakan valid jika ada bukti nyata, dan pembuktian ini merupakan
sebuah prosedur yang dibentuk untuk membuktikan suatu realitas yang tak
terlihat melalui sebuah proses deduksi dan konklusi yang hasil akhirnya
dapat diterima oleh semua pihak. Dengan dasar tersebut, tulisan ini
mencoba untuk membawa pembaca pada suatu kesimpulan bahwa Al Qur’an yang
ditulis menurut aturan matematika, merupakan bukti nyata bahwa Al
Qur’an adalah benar-benar firman Allah dan bukan buatan Nabi Muhammad.
Kiranya patut juga direnungi apa yang dikatakan oleh Galileo (1564-1642
AD) bahwa “Mathematics is the language in which God wrote the universe
(Matematika adalah bahasa yang digunakan Tuhan dalam menuliskan alam
semesta ini)” ada benarnya. Kebenaran bahasa matematika tersebut akan
dibahas sekilas sebagai tambahan dari tema utama tulisan ini.
Angka-angka Menakjubkan dari Beberapa Kata dalam Al Qur’an
Kalau
kita buka Al Quran dan kita perhatikan beberapa kata dalam Al Quran dan
menghitung berapa kali kata tersebut disebutkan dalam Al Quran, kita
akan peroleh suatu hal yang sangat menakjubkan. Mungkin kita betanya,
berapa lama waktu yang diperlukan untuk mencari dan menghitungnya.
Dengan kemajuan teknologi khususnya komputer, hal tersebut tidak menjadi
masalah. Tabel 1 menyajikan frekuensi penyebutan beberapa kata penting
dalam Al Qur’an yang kita kenal dalam kehidupan sehari-hari. Berdasarkan
tabel tersebut ada beberapa pelajaran yang dapat kita petik. Misalnya
pada kata “dunya” dan “akhirat” yang disebutkan dalam Al Qur’an dengan
frekuensi sama, kita dapat menafsirkan bahwa Allah menyuruh umat manusia
untuk memperhatikan baik kehidupan dunia maupun kehidupan akhirat
secara seimbang. Artinya kehidupan dunia dan akhirat sama-sama penting
bagi orang Islam. Selanjutnya pada penyebutan kata “malaaikat” dan
“syayaathiin” juga disebutkan secara seimbang. Hal ini dapat
mengindikasikan bahwa kebaikan yang direfleksikan oleh kata “malaaikah”
akan selalu diimbangi oleh adanya kejahatan yang direfleksikan oleh kata
“syayaathiin”. Hal lain juga dapat kita kaji pada beberapa pasangan
kata yang lain.
Tabel 1. Jumlah Penyebutan beberapa Kata Penting dalam Al Quran
Sumber: From the Numeric Miracles In the Holy Qur’an by Suwaidan, www.islamicity.org
Beberapa
kata lain yang menarik dari tabel tersebut adalah kata “syahr (bulan)”
yang disebutkan sebanyak 12 kali yang menunjukkan bahwa jumlah bulan
dalam setahun adalah 12, dan kata “yaum (hari)” yang disebutkan sebanyak
365 kali yang menunjukkan jumlah hari dalam setahun adalah 365 hari.
Selanjutnya Kata “lautan (perairan)” disebutkan sebanyak 32 kali, dan
kata “daratan” disebut dalam Al Quran sebanyak 13 kali. Jika kedua
bilangan tersebut kita tambahkan kita dapatkan angka 45.
Sekarang kita lakukan perhitungan berikut:
· Dengan mencari persentase jumlah kata “bahr (lautan)” terhadap total jumlah kata (bahr dan barr) kita dapatkan:
(32/45)x100% = 71.11111111111%
· Dengan mencari persentase jumlah kata “barr (daratan)” terhadap total jumlah kata (bahr dan barr) kita dapatkan:
(13/45)x100% = 28.88888888889%
Kita
akan mendapatkan bahwa Allah SWT dalam Al Quran 14 abad yang lalu
menyatakan bahwa persentase air di bumi adalah 71.11111111111%, dan
persentase daratan adalah 28.88888888889%, dan ini adalah rasio yang
riil dari air dan daratan di bumi ini.
Al Qur’an Didisain Berdasarkan Bilangan 19
Dalam
kaitannya dengan pertanyaan yang bersifat matematis yang hanya memiliki
satu jawaban pasti, maka jika ada beberapa ahli matematika, yang
menjawab di waktu dan tempat yang berbeda dan dengan menggunakan metode
yang berbeda, maka tentunya akan memperoleh jawaban yang sama. Dengan
kata lain, pembuktian secara matematis tidak dipengaruhi oleh ruang dan
waktu. Perlu diketahui bahwa dari seluruh kitab suci yang ada di dunia
ini, Al Qur’an merupakan satu-satunya kitab suci yang seluruhnya ditulis
dalam bahasa aslinya. Berkaitan dengan pembuktian, kebenaran Al Qur’an
sebagai wahyu Allah yang sering dikatakan oleh orang barat sebagai
ciptaan Muhammad, dapat dibuktikan secara matematis bahwa Al Qur’an
tidak mungkin diciptakan oleh Muhammad. Adalah seorang ahli biokimia
berkebangsaan Amerika keturunan Mesir dan seorang ilmuan muslim, Dr.
Rashad Khalifa yang pertama kali menemukan sistem matematika pada desain
Al Qur’an. Dia memulai meneliti komposisi matematik dari Al Quran pada
1968, dan memasukkan Al Qur’an ke dalam sistem komputer pada 1969 dan
1970, yang diteruskan dengan menerjemahkan Al Qur’an ke dalam bahasa
Inggris pada awal 70-an. Dia tertantang untuk memperoleh jawaban untuk
menjelaskan tentang inisial pada beberapa surat dalam Al Qur’an (seperti
Alif Lam Mim) yang sering diberi penjelasan hanya dengan “hanya Allah
yang mengetahui maknanya”.
Dengan tantangan ini, dia memulai riset
secara mendalam pada inisial-inisial tersebut setelah memasukkan teks Al
Qur’an ke dalam sistem komputer, dengan tujuan utama mencari pola
matematis yang mungkin akan menjelaskan pentingnya inisial-inisial
tersebut. Setelah beberapa tahun melakukan riset, Dr. Khalifa
mempublikasikan temuan-temuan pertamanya dalam sebuah buku berjudul
“MIRACLE OF THE QURAN: Significance of the Mysterious Aphabets” pada
Oktober 1973 bertepatan dengan Ramadan 1393.
Pada buku tersebut hanya
melaporkan bahwa inisial-inisial yang ada pada beberapa surat pada Al
Qur’an memiliki jumlah huruf terbanyak (proporsi tertinggi) pada
masing-masing suratnya, dibandingkan huruf-huruf lain. Misalnya, Surat
“Qaaf” (S No. 50) yang dimulai dengan inisial “Qaaf” mengandung huruf
“Qaaf” dengan jumlah terbanyak. Surat “Shaad” (QS No. 38) yang memiliki
inisial “Shaad”, mengandung huruf “Shaad” dengan proporsi terbesar.
Fenomena ini benar untuk semua surat yang berinisial, kecuali Surat Yaa
Siin (No. 36), yang menunjukkan kebalikannya yaitu huruf “Yaa” dan
“Siin” memiliki proporsi terendah. Berdasarkan temuan tersebut, pada
awalnya dia hanya berfikir sampai sebatas temuan tersebut mengenai
inisial pada Al Qur’an, tanpa menghubungkan frekuensi munculnya
huruf-huruf yang ada pada inisial surat dengan sebuah bilangan pembagi
secara umum (common denominator). Akhirnya, pada Januari 1974
(bertepatan dengan Zul-Hijjah 1393), dia menemukan bahwa bilangan 19
sebagai bilangan pembagi secara umum[1] dalam insial-inisial tersebut
dan seluruh penulisan dalam Al Qur’an, sekaligus sebagai kode rahasia Al
Qur’an.
Temuan ini sungguh menakjubkan karena seluruh teks dalam Al
Qur’an tersusun secara matematis dengan begitu canggihnya yang
didasarkan pada bilangan 19 pada setiap elemen sebagai bilangan pembagi
secara umum. Sistem matematis tersebut memiliki tingkat kompleksitas
yang bervariasi dari yang sangat sederhana (bisa dihitung secara manual)
sampai dengan yang sangat kompleks yang harus memerlukan bantuan
program komputer untuk membuktikan apakah kelipatan 19. Jadi, sistem
matematika yang didasarkan bilangan 19 yang melekat pada Al Quran dapat
diapresiasi bukan hanya oleh orang yang memiliki kepandaian komputer dan
matematika tingkat tinggi, tetapi juga oleh orang yang hanya dapat
melakukan penghitungan secara sederhana.
Selain 19 sebagai
kode rahasia Al Qur’an itu sendiri, peristiwa ditemukannya bilangan 19
sebagai “miracle” dari Al Qur’an juga dapat dihubungkan dengan bilangan
19 sebagai kehendak Allah. Disebutkan di atas bahwa kode rahasia
tersebut ditemukan pada tahun 1393 Hijriah. Al Qur’an diturunkan pertama
kali pada 13 tahun sebelum Hijriah (hijrah Nabi). Jadi keajaiban Al
Qur’an ini ditemukan 1393+13=1406 tahun (dalam hitungan hijriah) setelah
Al Qur’an diturunkan, yang bertepatan dengan tahun 1974 M.
Surah
74 adalah Surah Al Muddatsir yang berarti orang yang berkemul (Al Quran
dan Terjemahnya, Depag) dan juga dapat berarti rahasia yang tesembunyi,
yang memang mengandung rahasia Allah mengenai keajaiban Al Qur’an.
Dalam Surah 74 ayat 30-36 dinyatakan:
(74:30) Di atasnya adalah 19.
(74:31)
Dan tiada Kami jadikan penjaga neraka melainkan dari malaikat; dan
tidaklah Kami jadikan bilangan mereka itu (19) melainkan untuk:
- cobaan/ujian/tes bagi orang-orang kafir,
- meyakinkan orang-orang yang diberi Al Kitab (Nasrani dan Yahudi),
- memperkuat (menambah)keyakinan orang yang beriman,
- menghilangkan keragu-raguan pada orang-orang yang diberi Al kitab dan juga orang-orang yang beriman, dan
-
menunjukkan mereka yang ada dalam hatinya menyimpan keragu-raguan; dan
orang-orang kafir mengatakan: “Apakah yang dikehendaki Allah dengan
perumpamaan ini?” Demikianlah Allah membiarkan sesat orang-orang yang
dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya.
Dan tidak ada yang mengetahui tentara Tuhanmu melainkan Dia. Dan ini
tiada lain hanyalah sebuah peringatan bagi manusia.
(74:32) Sungguh, demi bulan.
(74:33) Dan malam ketika berlalu.
(74:34) Dan pagi (subuh) ketika mulai terang.
(74:35) Sesungguhnya ini (bilangan ini) adalah salah satu dari keajaiban yang besar.
(74:36) Sebagai peringatan bagi umat manusia.
Sebagian
besar ahli tafsir menafsirkan 19 sebagai jumlah malaikat. Menurut Dr.
Rashad Khalifa, menafsirkan bilangan 19 sebagai jumlah malaikat adalah
tidak tepat karena bagaimana mungkin jumlah malaikat dapat dijadikan
untuk ujian/tes bagi orang-orang kafir, untuk meyakinkan orang-orang
nasrani dan yahudi, untuk meningkatkan keimanan orang yang telah beriman
dan juga untuk menghilangkan keragu-raguan. Jadi, tepatnya bilangan 19
ini merupakan keajaiban yang besar dari Al Qur’an sesuai ayat 35 di
atas, menurut terjemahan Dr. Rashad Khalifa (dan juga terjemahan
beberapa penterjemah lain). Jadi pada ayat 35 kata “innahaa” merujuk
pada kata “’iddatun” pada ayat 31.
Mengapa 19?
Untuk
menjawab pertanyaan tersebut, perlu dijelaskan tentang sistem bilangan.
Kita pasti mengenal betul sistem bilangan Romawi yang masih sangat
dikenal pada saat ini, seperti I=1, V=5, X=10, L=50, C=100, D=500 dan
M=1000. Seperti halnya pada sistem bilangan Romawi, sistem bilangan juga
dikenal pada huruf-huruf arab. Bilangan yang ditandai pada setiap huruf
dikenal sebagai “nilai numerik (numerical value atau gematrical
value)”. Click link ini untuk mengetahui lebih jauh tentang nilai
numerik.
Setelah mengetahui nilai dari setiap huruf arab
tersebut, kita dapat menjawab mengapa 19 dipakai sebagai kode rahasia
Allah dalam Al Qur’an, dan sekaligus dapat digunakan untuk mengungkap
keajaiban Al Qur’an. Berikut beberapa hal yang dapat digunakan untuk
menjelaskan mengapa 19.
* 19 merupakan nilai numerik dari
kata “Waahid” dalam bahasa arab yang artinya ‘esa/satu’ (lihat Tabel 2)
Tabel 2. Nilai numerik dari kata “waahid”
* 19 merupakan
bilangan positif pertama dan terakhir (1 dan 9), yang dapat diartikan
sebagai Yang Pertama dan Yang Terakhir seperti yang dikatakan Allah,
misalnya, pada QS 57 ayat 3 sebagai berikut: “Dialah Yang Awal dan Yang
Akhir, Yang Zhahir dan Yang Bathin, dan Dia Maha Mengetahui segala
sesuatu” (QS 57:3). Kata “waahid” dalam Qur’an disebutkan sebanyak 25
kali, dimana 6 diantaranya tidak merujuk pada Allah (seperti salah satu
jenis makanan, pintu, dsb). Sisanya 19 kali merujuk pada Allah. Total
jumlah dari (nomor surat + jumlah ayat pada masing-masing surat) dimana
19 kata “waahid” yang merujuk pada Allah adalah 361 = 19 x 19. Jadi 19
melambangkan keesaan Allah (Tuhan Yang Esa).
* Pilar agama Islam yang pertama juga dikodekan dengan 19
“La – Ilaha – Illa – Allah”
Nilai-nilai numerik dari setiap huruf arab pada kalimah syahadat di atas adalah dapat ditulis sebagai berikut
“30 1 – 1 30 5 – 1 30 1 – 1 30 30 5”
Jika
susunan angka tersebut ditulis menjadi sebuah bilangan, diperoleh =
30113051301130305 = 19 x … atau merupakan bilangan yang mempunyai
kelipatan 19. Jadi jelaslah bahwa 19 merujuk kepada keesaan Allah
sebagai satu-satunya dzat yang wajib disembah.
Beberapa Contoh Bukti-bukti yang Sangat Sederhana tentang Kode 19
Seperti
yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa desain Al Qur’an yang didasarkan
bilangan 19 ini, dapat dibuktikan dari penghitungan yang sangat
sederhana sampai dengan yang sangat komplek. Berikut ini hanya sebagian
kecil dari keajaiban Al Quran (sistim 19) yang dapat ditulis dalam
artikel singkat ini. Fakta-fakta yang sangat sederhana:
(1) Kalimat Basmalah pada (QS 1:1) terdiri dari 19 huruf arab.
(2) QS 1:1 tersebut diturunkan kepada Muhammad setelah Surat 74 ayat 30 yang artinya “Di atasnya adalah 19”.
(3) Al Qur’an terdiri dari 114 surah, 19×6.
(4) Ayat pertama turun (QS 96:1) terdiri dari 19 huruf.
(5) Surah 96 (Al Alaq) ditempatkan pada 19 terakhir dari 114 surah (dihitung mundur dari surah 114), dan terdiri dari 19 ayat
(6)
Surat terakhir yang turun kepada Nabi Muhammad adalah Surah An-Nashr
atau Surah 110 yang terdiri dari 3 ayat. Surah terakhir yang turun
terdiri dari 19 kata dan ayat pertama terdiri dari 19 huruf.
(7)
Kalimat Basmalah berjumlah 114 (19×6). Meskipun pada Surah 9 (At Taubah)
tidak ada Basmalah pada permulaan surah sehingga jumlah Basmalah kalau
dilihat pada awal surah kelihatan hanya 113, tetapi pada Surah 27 ayat
30 terdapat ekstra Basmalah (dan juga 27+30=57, atau 19 x 3). Dengan
demikian jumlah Basmalah tetap 114.
(8) Jika dihitung jumlah
surah dari surah At Taubah (QS 9) yang tidak memiliki Basmalah sampai
dengan Surah yang memuat 2 Basmalah yaitu S 27, ditemukan 19 surah. Dan
total jumlah nomor surah dari Surah 9 sampai Surah 27 diperoleh
(9+10+11+…+26+27=342) atau 19×18. Total jumlah ini (342) sama dengan
jumlah kata antara dua kalimat basmalah dalam Surat 27.
(9)
Berkaitan dengan inisial surah, misalnya ada dua Surah yang diawali
dengan inisial “Qaaf” yaitu Surah 42 yang memiliki 53 ayat dan Surah 50
yang terdiri dari 45 ayat. Jumlah huruf “Qaaf” pada masing-masing dua
surat tersebut adalah 57 atau 19 x 3. Jika kita tambahkan nomor surah
dan jumlah ayatnya diperoleh masing-masing adalah (42+53=95, atau 19 x
5) dan (50+45=95, atau 19 x 5). Selanjutnya initial “Shaad” mengawali
tiga surah yang berbeda yaitu Surah 7, 19, dan 38. Total jumlah huruf
“Shaad” di ketiga surah tersebut adalah 152, atau 19 x 8. Hal yang sama
berlaku untuk inisial yang lain.
(10) Frekuensi munculnya empat
kata pada kalimat Basmalah dalam Al Qur’an pada ayat-ayat yang bernomor
merupakan kelipatan 19 (lihat Tabel 3)
Tabel 3: Empat kata dalam Basmalah dan frekuensi penyebutan dalam ayat-ayat yang bernomor dalam Al Quran
No. Kata Frekuensi muncul
1 Ism 19
2 Allah 2698 (19×142)
3 Al-Rahman 57 (19×3)
4 Al-Rahiim 114 (19×6)
(11)
Ada 14 huruf arab yang berbeda yang membentuk 14 set inisial pada
beberapa surah dalam Al Qur’an, dan ada 29 surah yang diawali dengan
inisial (seperti Alif-Lam-Mim). Jumlah dari angka-angka tersebut
diperoleh 14+14+29=57, atau 19×3.
(12) Antara surah pertama yang
berinisial (Surah 2 atau Surah Al Baqarah) dan surah terakhir yang
berinisial (Surah 68), terdapat 38 surah yang tidak diawali dengan
inisial, 38=19×2.
(13) Al-Faatihah adalah surah pertama dalam
Al-Quran, No.1, dan terdiri dri 7 ayat, sebagai surah pembuka (kunci)
bagi kita dalam berhubungan dengan Allah dalam shalat. Jika kita
tuliskan secara berurutan Nomor surah (No. 1) diikuti dengan nomor
setiap ayat dalam surah tersebut, kita dapatkan bilangan: 11234567.
Bilangan ini merupakan kelipatan 19. Hal ini menunjukkan bahwa kita
membaca Al Faatihah adalah dalam rangka menyembah dan meng-Esakan Allah.
Selanjutnya,
jika kita tuliskan sebuah bilangan yang dibentuk dari nomor surah (1)
diikuti dengan bilangan-bilangan yang menunjukkan jumlah huruf pada
setiap ayat (lihat Tabel 4), diperoleh bilangan : 119171211191843 yang
juga merupakan kelipatan 19.
Tabel 4: Jumlah huruf pada setiap ayat dalam Surah Al Faatihah
(14)
Ketika kita membaca Surah Al-Fatihah (dalam bahasa arab), maka bibir
atas dan bawah akan saling bersentuhan tepat 19 kali. Kedua bibir kita
akan bersentuhan ketika mengucapkan kata yang mengandung huruf “B atau
Ba’” dan huruf “M atau Mim”. Ada 4 huruf Ba’ dan 15 huruf Mim. Nilai
numerik dari 4 huruf Ba’ adalah 4×2=8, dan nilai numerik dari 15 huruf
Mim adalah 15×40=600. Total nilai numerik dari 4 huruf Ba’ dan 15 huruf
Mim adalah 608=19×32 (lihat Tabel 5).
Tabel 5. Kata-kata dalam Surah Al-Fatihah yang mengandunghuruf Ba’ dan Mim beserta nilai numeriknya
Kejadian Di Alam Semesta yang Terkait dengan Bilangan 19
Beberapa kejadian lain di alam ini dan juga dalam kehidupan kita sehari-hari yang mengacu pada bilangan 19 adalah:
· Telah dibuktikan bahwa bumi, matahari dan bulan berada pada posisi yang relatif sama setiap 19 tahun
· Komet Halley mengunjungi sistim tata surya kita sekali setiap 76 tahun (19×4).
· Fakta bahwa tubuh manusia memiliki 209 tulang atau 19×11.
·
Langman’s medical embryology, oleh T. W. Sadler yang merupakan buku
teks di sekolah kedokteran di Amerika Serikat diperoleh pernyataan
“secara umum lamanya kehamilan penuh adalah 280 hari atau 40 minggu
setelah haid terakhir, atau lebih tepatnya 266 hari atau 38 minggu
setelah terjadinya pembuahan”. Angka 266 dan 38 kedua-duanya adalah
kelipatan dari 19 atau 19×14 dan 19×2.
Lima Pilar Islam (Rukun Islam) dan Sistem 19
Islam
adalah agama yang dibawa oleh seluruh nabi sejak Nabi Ibrahim sebagai
the founding father of Islam (misalnya lihat QS 2:67, 130-136; QS 5:44,
111; QS 3:52).Pesan utama yang disampaikan oleh seluruh Nabi sejak Nabi
Ibrahim sampai Nabi Muhammad adalah sama yaitu menyembah Allah yang Esa,
Shalat, Puasa, Zakat dan Haji. Allah menyempurnakan Islam melalui Nabi
Muhammad. Jadi praktek shalat, zakat, puasa dan haji telah dilakukan dan
diajarkan oleh Nabi-nabi sejak Nabi Ibrahim. Dari kelima pilar agama
Islam, dapat ditunjukkan bahwa semua berkaitan dengan sistim bilangan 19
(kelipatan 19).
· Syahadat
Telah dibahas di atas bahwa pilar pertama agama Islam “Laa Ilaaha Illa Allah” didisain berdasarkan bilangan 19.
· Shalat
Kata
“shalawat” yang merupakan bentuk jamak dari kata “shalat“ muncul di Al
Qur’an sebanyak 5 kali. Ini menunjukkan bahwa perintah Allah untuk
melaksanakan shalat 5 kali sehari dikodekan di Al Qur’an. Selanjutnya
jumlah rakaat dalam shalat dikodekan dengan bilangan 19. Jumlah rakaat
pada shalat subuh, zuhur, ashar, maghrib dan isya masing-masing adalah
2,4,4,3, dan 4 rakaat. Jika jumlah rakaat tersebut disusun menjadi
sebuah angka 24434 merupakan bilangan kelipatan 19 atau (24434 =
19×1286). Digit 1286 kalau dijumlahkan akan didapat angka 17 (1+2+8+6)
yang merupakan jumlah rakaat shalat dalam sehari. Untuk hari Jum’at
jumlah rakaat Shalat adalah 15, karena Shalat Jum’at hanya 2 rakaat. Ini
juga dapat dikaitkan dengan bilangan 19 (kelipatan 19). Jika kita buat
hari Jum’at sebagai hari terakhir, maka jumlah rakaat shalat mulai hari
Sabtu sampai Jum’at dapat ditulis secara berurutan sebagai berikut: 17
17 17 17 17 17 15. Jika urutan bilangan tersebut kita jadikan menjadi
satu bilangan 17171717171715, maka bilangan tersebut merupakan bilangan
dengan kelipatan 19 atau (19 x 903774587985). Jadi pada intinya shalat
itu menyembah Tuhan yang Satu (ingat: 19 adalah total nilai numerik dari
kata ‘waahid’). Surah Al-Fatihah yang dibaca dalam setiap rakaat dalam
Shalat seperti dibahas sebelumnya juga mengacu pada bilangan 19.
Selanjutnya, kata “Shalat’ dalam Al Qur’an disebutkan sebanyak 67 kali.
Jika kita jumlahkan nomor surat-surat dan nomor ayat-ayat dimana ke 67
kata “Shalat” disebutkan, diperoleh total 4674 atau 19×246.
· Puasa
Perintah puasa dalam Al Qur’an disebutkan pada ayat-ayat berikut:
- 2:183, 184, 185, 187, 196;
- 4:92; 5:89, 95;
- 33:35, 35; dan
- 58:4.
Total
jumlah bilangan tersebut adalah 1387, atau 19×73. Perlu diketahui bahwa
QS 33:35 menyebutkan kata puasa dua kali, satu untuk orang laki-laki
beriman dan satunya lagi untuk wanita beriman.
· Kewajiban Zakat dan Menunaikan Haji ke Mekkah
Sementara
tiga pilar pertama diwajibkan kepada semua orang Islam laki-laki dan
perempuan, Zakat dan Haji hanya diwajibkan kepada mereka yang mampu. Hal
ini menjelaskan fenomena matematika yang menarik yang berkaitan dengan
Zakat dan Haji.
Zakat disebutkan dalam Al Qur’an pada ayat-ayat berikut:
Penjumlahan
angka-angka tersebut diperoleh 2395. Total jumlah ini jika dibagi
dengan 19 diperoleh sisa 1 (bilangan tersebut tidak kelipatan 19).
Haji disebutkan dalam Al Qur’an pada ayat-ayat
- 2:189, 196, 197;
- 9:3; dan
- 22:27.
Total
penjumlahan angka-angka tersebut diperoleh 645, dan angka ini tidak
kelipatan 19 karena jika angka tersebut dibagi 19 kurang 1.
Kemudian jika dari kata Zakat dan Haji digabungkan diperoleh nilai total 2395+645 = 3040 = 19x160.
Penutup
Secara umum disimpulkan bahwa Al Qur’an didisain secara matematis. Apa yang dibahas di atas hanyalah sebagian kecil dari ribuan bukti tentang desain matematis dari Al Qur’an dan khususnya tentang bilangan dasar 19 sebagai desain Al Qur’an yang dapat disajikan pada tulisan ini. Selain itu, tulisan ini hanya memfokuskan pada contoh-contoh yang sangat sederhana, sementara untuk contoh-contoh yang sangat kompleks tidak disajikan di sini karena mungkin akan sulit dipahami oleh orang yang tidak memiliki latar belakang atau kurang memahami matematika.
Bilangan
19 yang juga berarti Allah yang Esa, dan juga berarti tidak ada Tuhan
melainkan Dia, dapat dikatakan sebagai “Tanda tangan Allah” di alam
semesta ini. Hal ini sesuai dengan salah satu firman Allah yang
menyatakan bahwa seluruh alam ini tunduk dan sujud kepada Allah dan
mengakui keesaan Allah. Hanya orang-orang kafir lah yang tidak mau sujud
dan mengakui keesaan Allah. Allah dalam menciptakan Al Qur’an dan alam
semesta ini telah melakukan perhirtungan secara detail, seperti firman
Allah yang berbunyi: “dan Allah menghitung segala sesuatunya satu per
satu (secara detail)” (QS 72:28). Jumlahkan angka-angka pada nomor surah
dan ayat tersebut !!!!!! Anda memperoleh angka 19 (7+2+2+8=19). Dari
uraian di atas khususnya mengenai lima pilar Islam diperoleh kesimpulan
yang sangat tegas bahwa pemeluk Islam adalah orang-orang yang pasrah dan
tunduk menyembah dan mengakui keesaan Allah seperti yang ditunjukkan
bahwa kelima pilar Islam tersebut berkaitan dengan sistim bilangan 19
(nilai numerik dari kata “waahid” atau Esa).
Hal ini juga sesuai dengan
Islam sendiri yang yang secara harfiah dapat berarti pasrah/tunduk. Hal
lain yang dapat diambil sebagai pelajaran dari sistim bilangan 19
sebagai disain Al Qur’an adalah terpecahkannya “unsolved problem”
mengenai perdebatan di antara para ulama terhadap status “Basmalah” pada
Surah Al-Faatihah apakah termasuk salah satu ayat dalam surah tersebut
atau tidak. Dengan ditemukannya bilangan 19 sebagai disain Al Qur’an,
bukti-bukti matematis pada tulisan ini telah membuktikan bahwa lafal
“Basmalah” termasuk dalam salah satu ayat Surah Al-Fatihah. Sebagai
penutup, semoga tulisan ini dapat menambah keimanan bagi orang-orang
yang beriman, menjadi tes/ujian bagi mereka yang belum beriman, dan
menghilangkan keragu-raguan bagi mereka yang hatinya dihinggapi
keragu-raguan akan kebenaran Al Qur’an. Allah akan membiarkan sesat
orang-orang yang dikehendakiNya dan memberi petunjuk kepada siapa yang
dikehendakiNya (QS 74:31).
Catatan:
Untuk memverifikasi
“keajaiban matematis” dari Al Qur’an anda perlu menggunakan Al Qur’an
yang dicetak menurut versi cetak Arab Saudi atau Timur Tengah pada
umumnya. Mengapa? Hasil penelitian yang saya lakukan, terdapat banyak
perbedaan antara Qur’an versi cetak Indonesia pada umumnya dan Qur’an
versi cetak Arab Saudi (kebetulan saya memegang Qur’an versi cetak Arab
Saudi), meskipun perbedaan tersebut tidak berpengaruh pada makna/arti.
Perbedaan tersebut hanya pada cara menuliskan beberapa kata. Meskipun
demikian, jika mengacu pada “Keajaiban Matematis” dari Al Qur’an, Qur’an
versi cetak Indonesia pada umumnya (yang disusun oleh orang Indonesia)
menyalahi aturan yang aslinya sehingga keajaiban matematis tidak muncul.
S
aya hanya memberikan 2 contoh kata saja dari sekian kata yang berbeda
penulisannya yaitu kata “shirootho” dan “insaana”. Menurut versi cetak
Arab Saudi, tidak ada huruf “ALIF” antara huruf “RO’” dan “THO” pada
kata “SHIROOTHO” (lihat di Surat Al Fatihah) dan antara huruf “SIN” dan
“NUN”pada kata “INSAANA”, tetapi menurut versi cetak Indonesia pada
umumnya terdapat huruf ALIF pada kedua kata tersebut. Pada versi cetak
Arab Saudi, untuk menunjukkan bacaan panjang pada bunyi ROO dan SAA pada
kata SHIROOTHO dan INSAANA, digunakan tanda “fathah tegak”. Saya paham,
maksud orang menambahkan ALIF pada kedua kata tersebut agar lebih
memudahkan bagi pembacanya, tetapi ternyata menyimpang dari aslinya.
Maka dari itu anda menemukan jumlah huruf yang lebih banyak pada Surat
Al Fatihah ayat 6 dan 7 dari yang saya tuliskan.
Sebagai tambahan, salah
satu ciri Qur’an versi cetak Indonesia pada umumnya adalah Surat Al
Fatihah terletak pada HALAMAN 2, sementara versi cetak Arab Saudi,
Fatihah berada pada HALAMAN 1.
Mengenai jumlah kata, kata harus
didefinisikan sebagai susunan dari beberapa huruf (dua hrurf atau
lebih), sehingga anda harus memperlakukan “WA atau WAU” sebagai huruf
meskipun bisa diartikan dengan kata “DAN” dalam bahasa Indonesia.
Perlakuan “WA” (misalnya pada kata “WATAWAA”) sebenarnya bisa disamakan
dengan “BI” (pada kata BISMI), karena kebetulan BI bisa gandeng dengan
kata berikutnya, sementara WA tidak bisa ditulis gandeng dengan kata
yang mengikutinya. Jadi jangan hitung “WA” sebagai kata, tetapi sebagai
huruf.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar